Puasa Hanya Menahan Lapar Saja ?

       

       Terdapat serba serbi ketika datangnya bulan Ramadhan, dari  makanan, minuman, fashion dan program TV. Dari warung-warung  hing mall berlomba-loma untuk menyajikan makanan dan minuman hidangan untuk buka puasa, para entertain berlomba-lomba menampilakan fashion style yang sesuai mode, serta menampilan program-program siaran pada bulan Ramdhan. Datangnya bulan Ramdhan gegap gempita disemarakan. Mereka menyambut marhaban ya Ramadhan. Sungguh luar biasa sambutan dari umat Islam, bahkan orang-orang yang diluar Islam pun menyambut bulan Ramadhan, namun dalam realita perjalanannya sambuatan yang hangat itu hanya satu minggu, minggu kemudian  sedikit-demi sedikit meninggalkan kehangatan  bulan Ramadhan padahal baru saja sampai, ketika akan pergi , satu sama lain menangisi kepergiannya. 
  Tidak sedikit umat Islam meninggalkan Ramadhan?padahal sebelum datang banyak dari mereka berlomba-lomba untuk menyambut marhaban Ya ramadhan., tetapi ketika Ramadhan telah datang diacuhkan. Kenapa? boleh jadi kita hanya menyambut marhaban ya Ramadhan yang membawa keuntungan harta, marhaban ya ramadhan yang membawa keuntungan bagi penjual ta’jil, marhaban ya ramadhan yang membawa keuntungan bagi para artis, marhaban ya ramadhan yang membawa keuntungan bagi para desainer, dan marhaban ya ramadhan bagi para penikmat kuliner, baju dan hiburan. Apakah salah? Saya kira tidak, tetapi janganlah dihilangkan esensi dari bulan Ramadan.
     Esensi Ramadhan adalah merubah diri kita dengan pendidikan mentality dan spirituality yang mengajarkan umat Islam dari konsumtif menjadi produktif, jika di bulan Ramadhan ini malah menjadi lebih konsumtif perlu dipertanyakan dimana esensi puasa? Padahal esensi puasa ialah لعلكم تتقون (supaya kalian tertakwa). Loh,, Apa esensi takwa?. Takwa secara bahasa mempunyai makna menjaga diri, sebagaimana Umar bin Khatab bertanya kepada Ubay bin Ka’ab mengenai takwa. Ubay bertanya, "Pernahkah kamu berjalan di jalan yang penuh dengan duri?" Umar menjawab, "Ya." Ubay bertanya lagi, "Apa yang engkau lakukan?" Umar menjawab, "Aku menggulung lengan bajuku dan berusaha (melintasinya)." Ubay berkata, "Inilah (makna) takwa, melindungi seseorang dari dosa dalam perjalanan kehidupan yang berbahaya sehingga ia mampu melewati jalan itu tanpa terkena dosa.
Sehingga tidak salah Imam Ghazali dalam kitab Ihya Ulumiddin membagi orang yang berpuasa menjadi tiga tinggkatan yaitu shaum al-Umum (صوم العموم) , shaum al-Khusus (صوم الخصوص) , dan shaum khusus al-Khusus (صوم خصوص الخصوص). Penulis kira refleksi Imam Ghazali membagi tiga tingkatan tersebut sebagai konsep pemahaman Al-Quran dan Sunnah Nabi Muhammad Saw., dengan realita mayoritas umat Islam melaksanakan ibadah di bulan Ramadhan. 
      ketika orang-orang memahami positioning dirinya, tentu akan menyadari bahwa ada yang lebih esensi dari hanya sebatas menahan lapar dan minum yakni mengendalikin dirinya dalam sikap produktif dalam kehidupannya, karena ibadah (عبادة)  yang bermakna kepatuhan, harus dibarengi dengan pengendalian terhadap dirinya, maka puasa bermakna Imsak (أمساك) yang berarti menahan atau mengendalikan diri, sehingga terselamtkan dirinya dalam aktivitas yang produktif. Oleh karena itu gegap gempita bulan Ramadhan dengan berbagai macam hidangan, program kegiatan TV, dan sebagainya jangan sampai melupakan esensi bulan Ramadhan sharul tarbiyah ¬marhaban ya ramadhan


Posting Komentar

0 Komentar