Pemilihan serentak yang dilaksanakan tanggal 17 April 2019 merupakan sejarah demokrasi Indonesia, dimana antara pemilihan legislatif dan pemilihan presiden disatukan, wah ini merupakan suatu yang bersejarah, sehingga dikalangan masyarakat tanggal 17 April 2019 itu bagaikan lebaran(perayaan umat Islam setelah satu bulan berpuasa), maka salat idul fitrinya tentu di TPS saat mencoblos, hal itu sangat terasa ketika banyak masyarakat perkotaan pulang ke kampong halaman hanya untuk mengikuti pemilu serentak, dalam perjalanannya terdapat banyak drama dari konstelasi Pilpres antara petahana 01 dan penantang dari 02 selama delapan bulan lebih berkampanye tedapat banyak drama politik dari cuitan jendral Kardus, Hoax Ratna sarumpaet, 7 kontener kotak suara tercobos, puisi doa yang tertukar, partai emak-emak, lalu yang menarik itu calon presiden no urut tiga yang diusung oleh warga citizen dengan kampanye-kampanye yang nyeleneh dan menggelitik, mmm boleh jadi itu kritik atas kebosanan para penonton terhadap dalang yang memainkan wayang.
Karena begitu banyak drama, tentu masyarakat begitu antusias untuk ikut sama-sama mencoblos di TPS sebagai idul fitrinya demokrasi, ini...semangat ingin perubahan atau semangat ingin selesai. Tentu lebaran identik dengan ampau, maka tanggal 17 April itu hari dimana begitu banyak ampau untuk para pemilih dari 10k, 15k, 20k, yang paling besar hingga 100k. Tidak sedikit, berarti tentu banyak masyarakat yang menerima ampau. Sehingga 10k itu dapat menggantikan hati nurani, untuk merubah pilihan calon anggota legislatif dengan harga 10k. Waduh...siapa yang harus disalahkan pejuang idealis atau masyarakat yang pragmatis. Maka orang-orang idealis akan mengatakan kepada masyakat god have dead, sedangkan masyarakat pragmatis akan mengatakan what be able this day.
Selain itu, proses pemilihan yang menghabiskan dana yang besar juga mengorbankan para pejuang demokrasi yang meninggal karena menjaga pesta demokrasi, mulai dari kepolisian, petugas KPPS, saksi. Mmm....mmmm, harga yang mahal untuk suatu demokrasi tapi inilah perjalanan demokrasi Indoensia antara kehendak rakyat dan kehendak syahwat.
0 Komentar